Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pedoman Rencana Tanggap Darurat

rencana-tanggap-darurat


Definisi 
Berikut adalah beberapa definisi mengenai keadaan darurat dan definisi lainnya yang terkait dalam topik bahasan laporan ini :

Emergency
Emergency (keadaan darurat) pada industri adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi pada lingkungan operasional perusahaan dimana perusahaan dapat mengendalikan kondisi tersebut dengan sumber daya yang tersedia dari dalam perusahaan sendiri (Pribadi, 2009). 

Keadaan darurat adalah berubahnya suatu kegiatan atau keadaan atau situasi yang semula normal menjadi tidak normal sebagai akibat dari suatu peristiwa atau kejadian yang tidak diduga atau tidak dikehendaki (Budiono, 2003). 

Keadaan darurat adalah setiap kejadian yang bersifat teknis yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap jalannya operasi perusahaan (PERTAMINA, 1993).

Tanggap Darurat
Tanggap darurat adalah suatu sikap untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, yang akan menimbulkan kerugian baik fisik-material maupun mental-spritual (Budiono, 2003). 

Emergency Planning 
ILO (International Labor Organization) mendefinisikan emergency planning sebagai suatu rencana formal tertulis, yang berdasarkan pada potensi kecelakaan-kecelakaan yang dapat terjadi di instalasi dan konsekuensi-konsekuensinya yang akan dirasakan di dalam dan di luar tempat kerja serta menguraikan tentang bagaimana kecelakaan-kecelakaan tersebut dan konsekuensi atau dampaknya di dalam dan di luar lokasi industri harus ditangani (Pribadi, 2009).

Kick 
Kick (semburan liar) adalah suatu kondisi sumur dimana fluida formasi masuk ke dalam lubang sumur.  Kick terjadi karena tekanan hidrostatik lumpur lebih kecil dari tekanan formasi, sehingga lumpur tidak dapat menahan tekanan formasi      (Badu, 2000).

Blow out
Blow out (semburan tak teratasi) adalah kick yang tidak terkendali. Blow out dapat menyemburkan minyak, gas, air, dan material lainnya dari dalam lubang.  Bila fluida blow out berupa gas dan minyak maka akan terjadilah kebakaran yang hebat (Badu, 2000). 

Dasar Hukum 
Beberapa dasar hukum mengenai penerapan emergency response plan adalah sebagai berikut :
1. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep-186/MEN/1999 tentang Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja;
4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep-187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya;
5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.

Tujuan Emergency Planning 
Emergency Planning adalah sebuah proses perencanaan yang komperehensif yang digunakan sebagai pedoman yang melibatkan seluruh unsur atau departemen perusahaan baik selama penanggulangan keadaan bahaya maupun setelah keadaan bahaya berlalu pada area yang menjadi tanggung jawab departemen masing-masing (Pribadi, 2009).

Menurut Pribadi (2011) dalam pelaksanaan emergency planning terdapat beberapa tujuan, yakni : 
a. Aspek Kemanusiaan
Emergency planning bertujuan untuk melindungi pekerja dan penduduk sekitarnya, menolong penyelamatan dan pengobatan pada yang terluka, serta membantu pihak lain bila diperlukan (Pribadi, 2011).

b. Aspek Pencegahan Kerugian 
Dalam aspek pencegahan kerugian, emergency planning berfungsi untuk memperkecil kerugian pada barang perusahaan, produksi serta lingkungan, mengidentifikasi bahaya-bahaya yang berpotensi menjadi disaster sebisa mungkin pengontrolannya, dan mempersiapkan sarana, prosedur, dan pengontrolan bahaya dan sebagainya (Pribadi, 2003).

c. Aspek Komersial
Dari aspek komersial, tujuan pelaksanaan emergency planning menurut Pribadi (2011) yaitu :
1. Memperkecil akibat dari suatu kejadian pada manusia maupun fasilitas perusahaan;
2. Pertimbangan terhenti / berkurangnya produksi.
d. Aspek Legal

Menurut Pribadi (2011) tujuan pelaksanaan emergency planning dilihat dari aspek legal sebagai berikut :
1. Memperkecil kerugian, kerusakan harta benda perorangan yang mungkin mengakibatkan klaim pada perusahaan;
2. Untuk memenuhi target tentang produksi atau bisnis di indonesia;
3. Berkaitan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.

Elemen Emergency Planning
Menurut Pribadi (2009) menyatakan bahwa elemen emergency planning terbagi atas 5 elemen yakni :

Baseline Assessment
Baseline assessment (penilaian awal) adalah sebuah rangkaian penilaian terhadap aspek-aspek kesiapan menghadapi emergency atau disaster yang meliputi sumber daya manusia, peralatan, dan sistem.  Tujuan dari baseline assessment adalah untuk memberikan gambaran kepada manajemen atas kondisi terakhir aspek-aspek tersebut dari perusahaan.  

Baseline assessment merupakan tugas manajemen yang penting dimana dapat memberikan kontribusi secara langsung untuk efektifitas pengambilan keputusan, perencanaan, dan fungsi kontrol bagi sistem penanggulangan emergency atau disaster yang teroganisir (Pribadi, 2009).

Pribadi (2009) mengemukakan bahwa pelaksanaan baseline assessment harus dilakukan seara terencana dan disusun  secara baik. Berikut adalah aktivitas dalam proses penyusunan baseline assessment :

a) Mengidentifikasi Kebutuhan Informasi dan Sumber-Sumber 
Dalam mengidentifikasi kebutuhan informasi dan sumber-sumber yang kemungkinan berpotensi menyebabkan emergency maka perlu dilakukan hal-hal berikut :
1. Mengidentifikasi critical product, services dan operation;
2. Mengidentifikasi sumber daya dan kemampuan internal perusahaan;
3. Mengidentifikasi sumber daya eksternal;
4. Melakukan analisa vulnerability (kerentanan) dari fasilitas pabrik.

b) Mengumpulkan Data dari Sistem 
Berikut beberapa data yang perlu dikumpulkan untuk baseline assessment :
1. Kebiijakan HSE (health, safety, environment);
2. Prosedur HSE;
3. Program-program HSE;
4. Prosedur Emergency;
5. Risk Management Plan (perencanaan manajemen resiko);
6. Fire Protection Plan (perencanaan proteksi kebakaran).

c) Menganalisa Data dan Menginterpretasi Data
Data yang tekumpul dianalisa dan dilakukan interpretasi data secara akurat.  Aktivitas ini dilakukan oleh tim atau komite emergency yang diberikan otoritas secara penuh untuk melakukan kajian baseline assessment dalam pembuatan emergency planning yang komprehensif lengkap dan dapat diaplikasikan secara efektif.

d) Laporan baseline assessment yang berisi kesimpulan dan rekomendasi dari hasil temuan untuk para perencana dan pengambil keputusan.

Prevention 
Prevention (pencegahan dini) terkonsentrasi pada formulasi dan implementasi dari suatu kebijakan jangka panjang dan program-program untuk mencegah atau mengeliminir kondisi emergency atau disaster.

Dampak lebih luas dari kondisi emergency atau disaster dapat dikurangi dengan mengimplementasikan tindakan-tindakan prevention yang efektif. Banyak insiden yang kemudian meningkat menjadi kondisi emergency dikarenakan adanya penyimpangan dari kondisi normal.  Jika penyebab-penyebab dan akibat potensial dari suatu penyimpangan tersebut dapat diidentifikasi di awal maka tingkat keparahan dari suatu emergency dapat dikendalikan (Pribadi, 2009).

Menurut Pribadi (2009) terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam prosedur prevention ini.  Aspek aspek tersebut antara lain, prosedur inspeksi, prosedur HSE dan prosedur operasi serta prosedur prevention lainnya. 

Preparedness
Menurut Pribadi (2009) elemen preparedness (persiapan) menitik beratkan pada kesiapan menghadapi emergency atau disaster.  Hal-hal yang perlu ada dalam preparedness meliputi :
1. Prosedur training dan kemampuan mengevaluasi training yang telah dilakukan;
2. Drill (latihan) dan exercise untuk para key personnel dalam struktur emergency;
3. Peralatan dan material yang dibutuhkan dalam emergency;
4. Record karyawan, pelanggan, vendor, informasi keuangan, dan record penting lainnya yang perlu dilindungi jika terjadi.

Jangan Ketinggalan Info Mengenai : Lowongan Kerja Seputar HSE Indonesia

Selain variabel tersebut diatas, perlu pula dicantumkan dalam preparedness procedure salah satunya adalah mutual aid (kerja sama).  Banyak perusahaan yang kurang mengantisipasi tingkat keadaan darurat yang terjadi sehingga tidak terpikirkan untuk meminta bantuan dari pihak lain (Pribadi, 2009).

Response
Pribadi (2009) menyatakan bahwa cara merespon setiap kondisi emergency atau bencana akan berbeda.  Tergantung dari skala kejadiannya maupun jenis bencana yang terjadi. Elemen-elemen esensial pada fase ini seperti komunikasi dan koordinasi, evakuasi, shutdown (menonaktifkan mesin atau pabrik), pencarian korban dan penyelamatan, emergency first aid (pertolongan pertama pada keadaan darurat), damage control (kontrol kerusakan) dan security dan sebagainya. 

Pribadi (2009) mengemukakan bahwa pada prinsipnya dalam operasi penanggulangan emergency  diperlukan koordinasi dan komunikasi antar departemen dalam perusahaan maupun organisasi emergency, dan untuk menjamin efektifitaas penanggulangan emergency ini perlu dilakukan drill yang bersifat periodik.

Recovery
Fase recovery (perbaikan) ini dirancang untuk mengembalikan fasilitas, lingkungan dan perangkat lainnya pada status fungsionalnya.  Pada fase inilah analisa dampak dan minimalisasi dampak emergency atau disaster harus dituangkan dalam perencanaan recovery yang efektif dan dilaksanakan secara konsisten. 

Beberapa subyek penting yang patut direncanakan dalam fase ini adalah incident investigation (investigasi insiden), damage assessment (penilaian kerusakan), clean up (pembersihan) and restoration (pemulihan), bussiness interruption (gangguan bisnis), procedures claim (prosedur klaim), dan lainnya (Pribadi, 2009).

Layers Of Protection
Pribadi (2009) menyatakan bahwa pada upaya proteksi sebuah produksi perusahaan perlu mempertimbangkan untuk melakukan kajian mengenai lapisan proteksi (layers of protection).  Fungsi lapisan pada layers of protection adalah tindakan penyelamatan yang berlapis yang bersifat independen. 

Dari proses hingga physical protection (proteksi fisik) pendekatan yang digunakan lebih kental kepada aspek engineering (teknik). Sementara lapisan berikutnya yaitu emergency response yakni pendekatan prosedural penanggulangan keadaan darurat sebelum terjadi eskalasi menjadi disaster. 

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa instrumen yang disebut emergency planning merupakan garda terdepan jika lapisan proteksi tersebut runtuh atau tidak bekerja.

Standard Operating Procedure Penanggulangan Keadaan Darurat
Organisasi penanggulangan keadaan darurat merupakan suatu organisasi yang mempunyai tugas untuk menangani setiap keadaan darurat/gangguan terutama yang terjadi di daerah perusahaan.  Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut dengan cepat, tepat, terpadu, dan terarah maka disusun petunjuk-petunjuk dan aturan-aturan yang menjadi pedoman/pegangan bagi organisasi tersebut (PERTAMINA, 1993).

Berikut beberapa aspek yang tergolong dalam standard operating procedure (SOP) dalam penanggulangan keadaan darurat menurut PERTAMINA (1993) :
a) Jenis Keadaan Darurat yang Mungkin Terjadi
Jenis keadaan darurat yang mungkin terjadi di perusahaan adalah :
1. Kebakaran;
2. Kegagalan tenaga;
3. Pencemaran;
4. Keadaan darurat lainnya (kebocoran gas, gangguan alam seperti banjir dan gempa bumi).

b) Sifat Keadaan Darurat
Keadaan darurat yang terjadi di daerah operasi perusahaan dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
1. Keadaan Darurat Besar
Yang dikategorikan sebagai keadaan darurat besar yaitu apabila keadaan darurat yang terjadi dipandang dapat mempengaruhi unit-unit lain serta untuk penanggulangannya diperlukan pengerahan tenaga yang banyak.

2. Keadaan Darurat Kecil
Yang dimaksud keadaan darurat kecil yaitu apabila keadaan darurat yang terjadi dipandang tidak akan mempengaruhi unit-unit yang lainnya dan dapat diatasi sendiri oleh petugas setempat dan tidak membutuhkan tenaga yang banyak.

c) Organisasi Penanggulangan Keadaan Darurat
Organisasi penanggulangan keadaan darurat dipimpin oleh seorang manager dan dalam pelaksanaanya mencakup 2 fungsi kegiatan, yaitu :
1. Fungsi Operasi
Merupakan fungsi yang langsung menangani operasi penanggulangan keadaan darurat. 
2. Fungsi Penunjang
Merupakan fungsi yang mempunyai tugas untuk menunjang keberhasilan operasi penanggulangan keadaan darurat.

d) Kategori Petugas Penanggulangan Keadaan Darurat
Untuk mempermudah koordinasi, baik dalam segi teknis pelaksanaan maupun segi pengerahan tenaga dan peralatan, maka para petugas dibagi dalam 3 kategori yakni ;

1. Petugas Utama
Petugas-petugas yang masuk dalam kategori ini, jika mendengar tanda bahaya ataupun pemberitahuan mengenai terjadinya keadaan darurat, diwajibkan untuk segera hadir di tempat kejadian. 

2. Petugas Bantuan
Petugas-petugas yang termasuk dalam kategori ini, apabila mendengar tanda bahaya ataupun pemberitahuan mengenai terjadinya keadaan darurat, diwajibkan untuk segera hadir di posko pemadam kebakaran.

3. Petugas Penunjang
Petugas-petugas yang termasuk dalam kategori ini, apabila mendengar tanda bahaya ataupun pemberitahuan mengenai terjadinya keadaan darurat, diwajibkan untuk segera hadir di tempat kerjanya masing-masing

e) Sistem Pemanggilan Petugas
Panggilan untuk para petugas organisasi penanggulangan keadaan darurat dapat dilakukan menjadi 2 cara yaitu :

1. Panggilan Terbatas
Panggilan yang ditujukan kepada beberapa petugas saja melalui :
- Telepon Biasa;
- Pesawat Telepon Otomatis;
- Ringer System;
- Lampu merah, Bel dan Klakson.

2. Panggilan Untuk Umum
Tanda bahaya umum tersebut berupa suara sirine listrik atau suling uap.

f)     Tanda keadaan darurat;
- Kebakaran Besar 
Sirine listrik dibunyikan selama 1 menit terus menerus
- Kebakaran Besar Selesai 
Suling Uap dibunyikan selama ½ menit terus menerus
- Kegagalan Tenaga 
Sirine listrik dibunyikan selama 1 menit bergelombang atau suling uap selama 1 menit terus menerus
- Keadaan Darurat Lainnya 
Kebocoran gas sirine listrik dibunyikan selama 3 menit bergelombang dan tanda aman suling uap dibunyikan selama ½ menit terus menerus.

APELL (Awareness & Preparedness for Emergency at Local Level)
APELL merupakan usaha bersama antara pemerintah daerah, entitas industri dan masyarakat sekitar industri serta pihak lain yang terkait untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiagaan dalam penanggulangan bencana karena alam atau industri.  

Dalam model ini ketiga aktor dalam persoalan emergency atau disaster yakni pemerintah daerah, industri, masyarakat diberikan porsi peran dan tanggung jawab dalam penanggulangan emergency atau disaster (Pribadi, 2009). 

Gambaran peran dan tanggung jawab dari masing-masing aktor tersebut dalam kerangka penanggulangan emergency atau disaster adalah sebagai berikut : 

Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah 
Menurut (Pribadi, 2009) bahwa peran dan tanggung jawab pemerintah dalam APELL adalah sebagai berikut :
1. Memberi panduan untuk mendorong dan mendukung masyarakat setempat beserta industri untuk memulai penyusunan program penanggulangan bencana;
2. Memberikan penyuluhan, pelatihan dan seminar tentang penanggulangan bencana daerah;
3. Memberi dukungan kepada seluruh pihak terkait untuk segera tanggap secara efektif dalam penanggulangan bencana. 

Peran dan Tanggung Jawab Industri 
Peran dan tanggung jawab industri menurut (Pribadi, 2009) menyebutkan sebagai berikut :
1. Menyusun panduan dan sistem komunikasi dengan masyarakat sehingga masyarakat dapat secara efektif berpatisipasi dalam program penangggulangan bencana tanpa harus ketakutan terhadap bahaya yang dihadapi;
2. Membentuk kerjasama yang baik dengan industri lain sekitarnya serta tim koordinasi penanggulangan bencana;
3. Memelihara hubungan baik dengan pejabat pemerintah setempat dan pimpinan masyarakat tentang hal-hal yang bertalian dengan emergency industri;
4. Sebagai katalisator dalam pembentukan tim koordinasi penanggulangan bencana daerah.

Peran Dan Tanggung Jawab Masyarakat 
Dalam APELL peran dan tanggung jawab masyarakat menurut Pribadi (2009) yaitu :
1. Melakukan komunikasi dengan pejabat setempat dan pimpinan  industri dalam hal isu yang penting dalam masyarakat;
2. Melakukan komunikasi dengan masyarakatnya dalam rencana dan program yang disusun untuk melindungi keselamatan, kesehatan dan lingkungan;
3. Berperan dalam forum keagenan, organisasi masyarakat sekolah dan program lain untuk memberikan penyuluhan tentang program penanggulangan bencana;
4. Membantu menggerakan masyarakat dan dukungannya dalam menyusun program penanggulangan bencana.


Tahapan Emergency Drill
Menurut Pribadi (2009) terdapat 4 tahapan dalam emergency drill, tahapan tersebut adalah :

Persiapan Emergency Drill
Untuk persiapan emergency drill (latihan tanggap  darurat) ini, manajemen harus mendukung kegiatan emergency drill yang akan diadakan. Biasanya pada banyak perusahaan untuk kegiatan emergency ini diberikan tanggung jawab kepada departemen HSE (Pribadi, 2009). 

Pribadi (2009) mengemukakan bahwa dalam persiapan emergency drill terdapat hal-hal teknis yang perlu diperhatikan seperti :
1. Penentuan tujuan;
2. Penentuan skenario yang akan digunakan;
3. Pengecekan ketersediaan peralatan, material, dan perlengkapan pendukung lainnya;
4. Penugasan personil yang terlibat;
5. Penyiapan beberapa form.

Pelaksanaan Emergency Drill
Emergency Drill dilaksanakan dengan menggunakan skenario yang telah ditetapkan.  Untuk setiap emergency drill yang dilakukan dapat menggunakan skenario yang berbeda-beda. Pelaksanaan emergency drill harus mempertimbangkan setiap anggota emergency response tim harus mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengikuti emergency drill (Pribadi, 2009).

Observasi Emergency Drill
Pribadi (2009) mengemukakan bahwa untuk mencapai tujuan emergency drill yang dilakukan, maka diperlukan aktivitas observasi ketika emergency drill sedang dilakukan.  Tugas ini biasanya diberikan kepada team. Tim observasi ini terdiri dari orang-orang yang tidak termasuk dalam key personnel emergency response.  

Jika tim ini tidak memilki kemampuan untuk mengobservasi maka team observasi ini perlu diberikan training tentang emergency response terlebih dahulu. 

Evaluasi Emergency Drill
Drill (latihan) yang telah dilakukan harus dievaluasi. Perbaikan dalam kinerja penanggulangan emergency tidak hanya berasal dari pelaksanaan drill (latihan) itu sendiri. Diperlukan evaluasi dari peserta drill (latihan) juga untuk mengetahui apa yang telah berjalan dengan baik dan hambatan apa yang masih terjadi (Pribadi, 2009).

Penyebab Kegagalan Operasi Penanggulangan
Menurut Pribadi (2011) bahwa kegagalan dalam operasi penanggulangan keadaan darurat adalah :
1. Kurangnya kemampuan komandan di lapangan;
2. Kurangnya training/drill;
3. Komunikasi dan koordinasi yang tidak jelas;
4. Peralatan emergency yang tidak standar;
5. Organisasi/prosedur emergency yang tidak efektif;
6. Mutual aid yang tidak efektif.

Demikianlah artikel mengenai Pedoman Rencana Tanggap Darurat | lulusandiploma, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan, referensi dan rujukan yang kami peroleh. Kami berharap agar pembaca sekalian memberikan kritik dan masukannya di kolom komentar untuk membangun kami kedepannya menjadi yang lebih baik lagi. Semoga artikel ini bermanfaat, wassalamualaykum warahmatullahi wabarakatu.
Sandiok
Sandiok QHSE Officer PT. Nindya Karya | D3 Fire and Safety of Balongan Oil and Gas Academy

Posting Komentar untuk "Pedoman Rencana Tanggap Darurat"