Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pedoman Sistem Proteksi Kebakaran

pedoman-kebakaran


Definisi Api
Api didefinisikan sebagai suatu peristiwa/reaksi kimia yang diikuti oleh pengeluaran asap, panas nyala dan gas lainnya. 

Api juga dapat diartikan sebagai hasil dari reaksi pembakaran yang cepat (pusdiklatkar, 2006). Untuk bisa terjadi api di perlukan 3 (tiga) unsur  yaitu bahan bakar (fuel), udara (oksigen), dan sumber panas. 

Bilamana ketiga unsur tersebut berada dalam suatu konsentrasi yang memenuhi syarat, maka timbullah reaksi oksidasi atau dikenal sebagai proses pembakaran (Siswoyo, 2007; IFSTA, 1993).

Teori Segitiga Api
Secara sederhana susunan kimiawi dalam proses kebakaran daoat digambarkan dengan istilah “ Segitiga Api”. Teori segitiga api ini menjelaskan bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan adanya 3 unsur pokok, yaitu: bahan yang dapat terbakar (fuel), oksigen (O2) yang cukup dari udara, dan panas yang cukup ( materi pengawasan Manajemen K3 penanggulangan kebakaran Denakertrans, 2008).

Berdasarkan teori segitiga api tersebut, maka apabila ketiga unsur di atas bertemu akan terjadi api. Namun , apabila salah satu unsur tersebut tidak ada atau tidak berada pada keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan terjadi. Prinsip segitiga api ini dipakai sebagai dasar untuk mencegah kebakaran (mencegah api tidak terjadi) dan penanggulangan api yakni memeadamkan api yang tak dapat di cegah (Karla, 2007; Suma’mur, 1989).

Oksigen
Oksigen adalah unsur alam yang terbanyak, kira-kira 21% volume udara. Untuk mendukung proses kebakaaran (api) diperlukan oksigen antara 10%-20% volume (Amiroel Pribadi, 2010:6).

Namun, karena oksigen berhubungan langsung dengan proses produk hidrokarbon dan penyimpanan pada daerah tertutup, jumlah oksigen yang kurang pada daerah tersebut tidak akan mendukung terjadinya pembakaran kecuali terjadi kebocoran. Beberapa material seperti ammonium nitrat yang mengandung jumlah oksigen yang cukup pada komposisi kimianya akan mendukung terjadinya pembakaran bahkan dalam bentuk inert bila terjadi kebocoran pada daerah tersebut (Qadriana Pidriansy, 2010:17).

Bahan Bakar (Fuel)
Bahan bakar yang biasa terbakar apabila kontak dengan energi panas adalah bahan bakar yang mengandung unsur-unsur magnesium, titanium, sulfur dan kebanyakan senyawa yang mengandung unsur-unsur carbon, hidrokarbon, oksigen dan nitrogen (khusus untuk oksigen dan nitrogen bukan bahan bakar). 

Berdasarkan sifatnya bahan bakar dapat dibagi atas 3 (tiga) kelompok, yaitu:
1. Bahan bakar padat, contoh: kayu, kertas, batu  bara, dll.
2. Bahan bakar cair, contoh: minyak bumi (premium, solar, kerosin, avtur), bahan pelarut (pelarut yang mudah menyala atau terbakar (alkohol), dll.
3. Bahan bakar gas, contoh: LNG (Liquid Natural Gases), LPG (Liquid Petroleum Gases), propane, hydrogen, acetylene, dll (Amiroel Pribadi, 2009:5).

Setiap bahan bakar memiliki sifat fisikanya masing-masing, sifat fisika tersebut antara lain:
1. Titik nyala (flash point)
Titik nyala adalah suhu terendah dimana bila api kecil didekatkan pada bahan tersebut, bahan langsung terbakar kemudian mati kembali karena bahan belum mampu menghasilkan uap yang cukup untuk membentuk campuran uap-udara yang flammable (Amiroel Pribadi, 2009:8).

Campuran uap bahan bakar dan udara dapat terbakar dengan memberikan suatu sumber penyalaan, jika kandungan uap bahan bakar tersebut berada diatara batas daerah dapat terbakar bawah (Lower Flammable Limit) dan batas daerah dapat terbakar atas (Upper Flammable Limit). 

Batas daerah dapat terbakar bawah Lower Flammable Limit (LFL) adalah batas konsetrasi terendah uap bahan bakar dengan oksigen yang dapat menyala. Batas daerah dapat terbakar atas Upper Flammable Limit (UFL) adalah batas konsentrasi uap bahan bakar dengan oksigen yang dapat menyala. 

Batas nyala (Flammable limit) adalah batas antara LFL dan UFL dimanan bahan bakar dan oksigen berada pada proporsi konsentrasi yang cukup untuk menyala (Qadriana Pidriansy, 2010:16).

Contoh senyawa hidrokarbon dengan LFL (Lower Flammable Limit) dan UFL (Upper Flammable Limit)-nya:
1. Minyak mentah : 1,0% dan 10,0%
2. Bensin (premium) : 1,4% dan 7,6%
3. Minyak tanah : 0,7% dan 5%

Spontaneuous Temperature Iginition (Suhu Penyalaan Sendiri)
Suatu proses peningkatan temperatur dari suatu zat (material) tanpa adanya pemberian panas dari luar atau sekelilingnya (Amiroel Pribadi, 2009:18). Contohnya, bahan akan terbakar tanpa adanya sumber nyala api atau sumber nyala lainnya. 

Contohnya:
a. High Speed Diesel dan Medium Diesel Oil : 338ᵒC
b. Fuel Oil : 225 – 410ᵒC
c. Bensin (Premium) : 280ᵒC
d. Minyak Tanah : 250ᵒC
e. Pelumas : 250-415ᵒC
C. Sumber Panas (Heat)

Yang termasuk sumber panas adalah berbagai bentuk tenaga yang dapat menjadi sumber penyalaan segitiga api untuk menaikkan temperatur pembakaran. Terdapat 4 kategori umum dari sumber panas, yaitu kimia, listrik, mekanik dan nuklir (Amiroel Pribadi, 2009:6).

Kimia
Salah satu contoh sumber panas yang berasal dari reaksi kimia adalah pemanasan spontan yang terjadi pada reaksi oksidasi beberapa bahan organik, reaksi oleh bakteri pada bahan organik pertanian.

Listrik
Oleh tenaga listrik dapat dihasilkan panas yang cukup tinggi sebagai sumber penyalaan panas yang dihasilkan ini misalnya dalam bentuk bocoran arus listrik, listrik statis, busur listrik, petir atau kilat.

Mekanik
Tenaga panas dari proses mekanik dapat disebabkan oleh gesekan dua bahan yang sifatnya menahan panas, misalnya batu gosok atau kayu kering. Selain itu sumber panas dapat berasal dari pemampatan gas atau udara, misalnya mesin diesel dimana pertama-tama dimampatkan (ditahan) dalam silinder mesin, setelah itu kabut bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder, sehingga oleh pemampatan udara akan timbul cukup panas untuk menyalakan bahan bakar.

Energi Nuklir
Energi panas yang sangat besar dapat dihasilkan dari inti atom (nucleus), karena penembakan (bom barder) oleh energi partikel. Tenaga nuklir dapat dikeluarkan dalam bentuk panas, tekanan dan radiasi. Beberapa unsur yang dapat menghasilkan energi nuklir disebut Radio-isotop, misalnya uranium, plutonium atau radium.

Teori Bidang Empat Api (Tetrahedron of Fire)
Teori segitiga api mengalami perkembangan yaitu ditemukannya unsur keempat untuk terjadinya api yaitu rantai reaksi kimia. Konsep ini ditemukan berdasarkan penelitian dan pengembangan bahan pemadam tepung kimia (dry chemical) dan halon (halogenated hydrocarbon). Ternyata jenis bahan pemadam ini mempunyai kemampuan memutus rantai reaksi kontimuitas proses api ( materi kuliah behavior of fire).

Definisi Kebakaran
Kebakaran adalah suatu peristiwa oksidasi dengan ketiga unsure (bahan bakar, oksigen, dan panas) yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan sampai kematian (Karla, 2007; NFPA, 1986). Sifat kebakaran adalah terjadi secara tidak diduga, tidak akan padam apabila tidak dipadamkan dan kebakaran akan padam dengan sendirinya apabila konsentrasi keseimbangan hubungan 3 unsur dalam segitiga api tidak terpenuhi lagi.

Jangan Ketinggalan Info Mengenai : Lowongan Kerja Seputar HSE Indonesia

Sebab-Sebab Terjadinya Kebakaran
Menurut Agus Triyono (2001), kebakaran terjadi karena manusia, peristiwa alam, penyalaan sendiri dan unsure kesengajaan.
a. Kebakaran Karena manusia yang bersifat kelalaian, seperti:
Kurangnya pengertian, pengalaman tentang penanggulangan bahaya kebakaran.
Kurang hati-hati dalam menggunakan alat atau bahan yang dapat menimbulkan api.
Kurangnya kesadaran pribadi atau tidak disiplin.
b. Kebakaran karena peristiwa alam terutama menyangkut cuaca dan gunung berapi, seperti sinar matahari, letusan gunung berapi, gempa bumi, petir, angin dan topan.
c. Kebakaran karena penyalaan sendiri.
d. Kebakaran karena unsure kesengajaan, untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya;
Sabotase untuk menimbulkan huru-hara, kebanyak dengan alas an politis
Mencari keuntungan pribadi karena ingin mendapatkan ganti rugi melalui asuransi kebakaran.

Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran adalah penggolongan atau pembagian kebakaran atas dasar jenis bahan bakarnya. Pengklasifikasian kebakaran ini bertujuan untuk memudahkan usaha pencegahan dan pemadaman kebakaran ( Soehatman ramli, 2005).

Kalsifikasi Kebakaran Menurut NFPA
NFPA (National Fire Protection Association) kebakaran di klasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu:
1. Kelas A, yaitu kebakaran bahan padat kecuali logam. Kelas ini mempunyai ciri jenis kebakaran yang meninggalkan arang dan abu. Unsur bahan yang terbakar biasanya mengandung karbon. Misalnya: kertas, kayu, tekstil, karet, 

2. Kelas B, yaitu kebakaran bahan cair dan gas yang mudah terbakar. Kelas ini terdiri dari unsur bahan yang mengandung hidrokarbon dari produk minyak bumi dan lainya misalnya: bensin, oli, gas LPG.

3. Kelas C, kebakaran listrik yang bertegangan
Yaitu kebakaran yang disebabkan oleh terbakarnya alat-alat listrik, contohnya genset, junction box, dll. Walaupun listrik bukan merupakan bahan bakar, listrik menggambarkan bahaya yang signifikan bagi para regu pemadam kebakaran bila mereka tidak menggunakan alat yang tepat. Bila sirkuit listrik dikurangi aliran listriknya, maka kebakaran dapat ditangani seperti kebakaran kelas A atau B.

4. Kebakaran kelas D
Yaitu kebakaran yang disebabkan oleh bahan metal yang mudah terbakar seperti sodium, alumunium, magnesium dll.

Teknik Pemadaman Kebakaran
Memadamkan kebakaran adalah suatu teknik menghentikan reaksi pembakaran/nyala api. Memadamkan kebakaran dapat dilakukan dengan prinsip menghilangkan salah satu atau beberapa unsure dalam proses nyala api (depnaker, 2008). Pembakaran yang menghasilkan nyala api bisa dipadamkan dengan menurunkan temperature (cooling), membatasi oksigen(dilution), menghilangkan atau memindahkan bahan bakar (starvation), dan memutuskan reaksi rantai api (Soehatman Ramli, 2005).

Pemadaman Dengan Pendinginan (cooling)
Salah satu metode pemadaman kebakaran yang paling umum adalah pendinginan dengan air. Proses pemadaman ini tergantung pada turunya temperature bahan bakar sampai ke titik dimana bahan bakar tersebut tidak dapat menghasilkan uap/gas untuk pembakaran. Bahan bakar padat dan bahan bakar cair dengan titik nyala tinggi bisa dipadamkan dengan mendinginkannya. Penurunan temperature tergantung pada penyemprotan aliran yang cukup dalam bentuk yang benr agar dapat membangkitkan keseimbangan panas negatif (Pusdiklatkar, 2006).

Pemadaman dengan Pembatasan Oksigen (Dilution)
Pengurangan kandungan oksigen di area juga dapat memadamkan api. Dengan membatasi/mengurangi oksigen dalam proses pembakaran api dapat padam. Pemabatasan inibiasanya adalah salah sattu cara yang paling mudah untuk memadamkan api.

Stravation, yaitu menghentikan atau mengambil bahan yang terbakar. Terkadang mennyelamatkan bahan bakar dari api adalah hal yang sulit dan berbahaya, namun ada cara yang dapat dilakukan. BBM yang mudah terbakar dapat di pompakan kesebuah tangki terisolasi.

Breaking Chain Reaction Inhibiting 
(Memutuskan rantai reaksi) dari proses pembakaran. Rantai reaksi yang didukung oleh radikal bebas dapat dihilangkan dengan bubuk kimia kering. Bubuk kimia yang paling efektif untuk digunakan adalah bubuk kima yang terbuat dari Potassium bicarbonat karena memiliki ukur ion  potassium yang besar, yang mampu menghilangkan banyak radikal bebas pendukung terbentuknya rantai reaksi pembakaran.

Sistem Penanggulangan Kebakaran Media Busa
Tangki dan busa (foam)
Banyak cara untuk menyimpan busa (foam concentrate), diantaranya dengan derigen, drum ataupun tangki. Tangki busa (foam) merupakan pilihan utama untuk menyimpan busa (foam) karena mampu menyimpan dalam jumlah yang banyak dan statusnya siap untuk digunakan karena terhubung dengan sarana dan prasarana pembentukan/penyampaian busa (foam) ke tempat yang terbakar.

Busa (foam) sendiri sangat efektif dalam pemadaman kebakaran untuk yang berbahan cair (kelas B) karena berfungsi sebagai penyelimut api. Hal ini disebabkan karena massa jenis dari busa (foam) sendiri yang lebih ringan dari minyak maupun kandungan air sehingga dapat menyelimuti cairan yang terbakar.

Busa (foam) dapat dibagi berdasarkan rasio pengembangannya (expansion rates), yaitu:
a. Low-expansion foam akan mengembang sekitar 1 hingga 20 kali lebih besar dari ukuran aslinya dan didesain karena kemampuannya yang cepat menyebar ke seluruh permukaan cairan ketika terjadi kebakaran.
b. Medium-expansion foam akan mengembang sekitar 20 hingga 200 kali lebih besar dari ukuran aslinya dan digunakan untuk kebakaran yang menimbulkan asap yang berbau dan beracun.
c. High-expansion foam akan mengembang sekitar 200 hingga 2000 kali lebih besar dari volume aslinya dan sangat cocok untuk api tiga dimensi dan juga digunakan untuk menekan api akibat tumpahan cairan.

Prinsip pemadaman dengan media busa (foam)  adalah:
Smothering (penyelimutan), dimana bahan bakar akan ditutupi seluruh permukaannya dengan busa (foam), sehingga oksigen yang berada diatasnya akan terpisahkan sehingga api akan padam.
Cooling (pendinginan), dimana dalam pembentukan busa (foam) memerlukan campuran air (solution), butir-butir air ini akan menurunkan suhu bahan bakar yang terbakar sehingga akan mencapai dibawah titik nyalanya melalui heat transfer melalui penguapan air dalam gelembung udara.

Konsentrasi low-expansion foam buatan dapat dibagi atas dua tipe:
1. Standar AFFF (Aqueous Film Forming Foam) yang memiliki kandungan persentase sekitar 1%, 3% dan 6% pada campurannya dengan air. Persentase ini menunjukkan seberapa banyak kandungan busa (foam) di dalam air untuk membuat larutan busa (foam). 

Adapun masing-masing konsentrasi mempunyai peruntukkan sebagai berikut: 
a. AFFF 1%  yaitu digunakan untuk efisiensitas penggunaan busa (foam) pada gudang penyimpanan.
b. AFFF 3%  yaitu merupakan busa (foam) yang sering digunakan baik untuk standar industri maupun pada TNI.
c. AFFF 6% yaitu jarang sekali ditemukan  dan biasa digunakan untuk fire truck.
Menurut NFPA 11 (Low Expansion Foam) terkait dengan inspeksi foam concentrate, paling lama setiap tahun dilakukan pengecekan terhadap kualitas “foam concentrate” dan tank storage foam concentrate untuk mengetahui kemungkinan terjadinya “excessive sludge” atau busa (foam) rusak.

2. Standar AR-AFFF didesain bukan hanya untuk memadamkan senyawa hidrokarbon. Untuk instalasi sistem tetap, AR-AFFF 3% merupakan jenis busa (foam) yang paling efektif dan proporsional untuk sprinkler heads maupun unit discharge tetap.

Metoda pemakaian busa (foam)
Metoda pemakaian media busa (foam) pada tangki timbun yang biasa digunakan adalah dengan metoda foam chamber. Foam Chamber adalah salah satu alat proteksi kebakaran yang didesain sebagai pensuplai busa (foam) sebagai penyelimut api di dalam tangki. Desain dari sebuah foam chamber sangatlah penting perannya dalam usaha penanggulangan kebakaran.


Ada empat tipe desain penyalur busa (foam) berdasarkan standar NFPA 11, yaitu:
1. Top Pourer (Surface application with fixed foam discharge outlets),  yaitu desain yang menyalurkan busa (foam) langsung menuju ke permukaan cairan tanpa harus melewati cairan tersebut dari bawah atau mengaduk permukaan cairan. 

Sistem ini mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan, yaitu:
Tidak ada penundaan atau hambatan aliran busa ke dalam tangki akibat api dipermukaan tanah sekitar tangki.
Sistem ini dapat dioperasikan dengan sedikit operator.
Konsentrasi busa (foam) yang diberikan masih baik, karena langsung di curahkan dari atas cairan yang terbakar.
Kehilangan busa dapat diperkecil.
Foam chamber menyebabkan busa dapat mengalir ke bawah melalui sekeliling dinding tangki kemudian ke permukaan cairan, sehingga kenaikan temperatur hanya berpengaruh kecil terhadap pemakaian busa.
Top pourer sangat rawan rusak dan tidak bisa digunakan dalam kasus terlemparnya atap/roof tangki akibat BLEVE yang menyebabkan top pourer rusak sehingga pendistribusian busa (foam)  tidak merata.

2. Base injection (Subsurface application) yang menyalurkan busa (foam) di dalam tangki dimana discharge-nya berada dekat dengan dasar tangki dan busa (foam) dialirkan melalui dinding tangki pada bagian bawah dan naik ke permukaan membentuk lapisan pelindung api. 

Sistem ini memeliki kelebihan dan kekurangan:
Ketahanan desainnya yang dapat bertahan dikarenakan posisinya yang berada di bawah.
Foam yang disalurkan dari bawah mempunyai kualitas yang kurang memadai dalam menyelimuti karena telah melewati campuran cairan  dari bawah.

Fasilitas Penunjang Sistem Proteksi Kebakaran Tetap
Fasilitas penunjang adalah suatu peralatan pemadam yang terpasang permanen pada area sekitar tangki dan digunakan untuk menunjang pemadaman kebakaran besar yang terjadi pada tangki. 

Bagian – bagian peralatan pemadam tetap terdiri dari:
1. Tangki air dan air. Tangki air merupakan tempat penyimpanan air untuk keperluan pemadaman kebakaran dan kesiap-siagaan yang terhubung dengan pompa pemadam kebakaran.

Qadriana Pidriansy (2010:25) menyatakan bahwa air merupakan media pemadaman kebakaran yang umum digunakan pada pemadaman kebakaran kelas A. Air berfungsi sebagai pendingin, yaitu mengurangi temperatur dari bahan yang terbakar sampai dibawah fire point-nya. 

Selain menjadi pendingin, air juga berfungsi sebagai penyelimut (mengurangi pasokan oksigen), emulsifikasi dan dilusi. Namun, media air tidak disarankan untuk bahan bakar berjenis cairan mudah terbakar yang memiliki titik nyala dibawah 100ᵒF karena air tidak dapat mendinginkan cairan sampai dibawah titik nyalanya untuk menghentikan uap mudah terbakar yang terbentuk. 

Air dapat menyelimuti api bila jumlah air mencukupi untuk pembentukan asap yang akan menggantikan udara sekitar api. Untuk cairan mudah terbakar yang memilki titik nyala diatas 100ᵒF dapat diselimuti dengan larutan aqueous foam, larutan ini menempel pada permukaan cairan untuk menghindari pencampuran.

Pasokan air untuk melakukan pemadaman harus selalu tersedia pada daerah operasi agar bila terjadi keadaan darurat, operasi pemadaman dapat segera dilakukan. Kesiap-siagaan dalam menghadapi keadaan darurat pada bagaian penyediaan air tidak terlepas dari keberadaan pompa penyedot dan penyaluran air pada pipa-pipa pemadam kebakaran.

2. Pompa
Pompa berfungsi untuk menghisap dan memompakan air, baik keselang pemadam maupun sprinkler dan menghasilkan tekanan air.

Amiroel Pribadi (2012) menyatakan bahwa tekanan air dari pompa pemadam minimal 7 bar. Sedangkan kapasitas pompa pemadam untuk industri minimal 5000 GPM.

Pompa harus dalam keadaan prima sehingga siap digunakan sewaktu-sewaktu. Menurut National Fire Protection Association-20, Net Presssure Suction Head (NPSH) atau tekanan penyedotan sebuah pompa harus dalam keadaan positif agar pompa dapat mengalirkan air secara optimal.

3. Instalasi pipa dan hydrant pemadam
Nizhenifa Falenshina (2012) menyatakan bahwa pipa pemadam berfungsi sebagai penyalur air dari pompa ke hydrant pemadam kebakaran. 

Hydrant berfungsi sebagai penyambung dengan selang pemadam kebakaran, hydrant pemadam kebakaran (fire hydrant) merupakan salah satu peralatan pemadam kebakaran yang digunakan untuk mengeluarkan air pemadam yang bertekanan dari suatu instalasi jaringan pipa air pemadam. 

Hydrant pemadam terpasang tetap yang dihubungkan dengan sumber air melalui sistem perpipaan yang fungsinya sebagai sumber air yang dibutuhkan untuk pencegahan atau pemadam kebakaran. 

Air pemadam yang disuplai oleh fire hydrant merupakan air pemadam yang bertekanan (fire water outlet), dimana air tersebut berasal dari jaringan pipa air pemadam yang mendapat suplai air bertekanan dari pompa utama pemadam kebakaran. 

Fungsi fire hydrant, yaitu:
a. Untuk operasi pemadam kebakaran.
b. Mengalirkan, mengatur dan mengendalikan aliran air pemadam.
c. Sarana siaga pada pekerjaan panas di area kilang serta area tangki yang rawan terhadap kebakaran.

Demikianlah artikel mengenai Pedoman Sistem Proteksi Kebakaran | lulusandiploma, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan, referensi dan rujukan yang kami peroleh. Kami berharap agar pembaca sekalian memberikan kritik dan masukannya di kolom komentar untuk membangun kami kedepannya menjadi yang lebih baik lagi. Semoga artikel ini bermanfaat, wassalamualaykum warahmatullahi wabarakatu.
Sandiok
Sandiok QHSE Officer PT. Nindya Karya | D3 Fire and Safety of Balongan Oil and Gas Academy

Posting Komentar untuk "Pedoman Sistem Proteksi Kebakaran"